Mataram, 24 Juni 2025 — Kasubbag Tata Usaha Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Provinsi NTB, Solihin, SH., mengikuti kegiatan Sosialisasi Jasa Konstruksi dan Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan yang berlangsung di Hotel Madani, Selasa (24/6/2025).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh BPJS Cabang Provinsi NTB bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat , FGD ini sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman terkait kewajiban perlindungan jaminan sosial bagi para pekerja di sektor jasa konstruksi.
Dalam sambutannya, Kabid Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Disnakertrans NTB, Dewi Ritawati, SE., MM., menegaskan pentingnya program BPJS Ketenagakerjaan bagi para pekerja, khususnya di sektor konstruksi. Ia menekankan bahwa perlindungan jaminan sosial tenaga kerja merupakan amanat peraturan perundang-undangan dan instruksi Presiden.
“Posisinya sederhana, tetapi manfaatnya luar biasa. Apabila terjadi kecelakaan kerja atau risiko meninggal dunia, ada santunan yang dapat mencegah terjadinya kemiskinan baru bagi keluarga pekerja,” ujarnya.
Lebih lanjut, Dewi menjelaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan memiliki lima program utama, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program-program tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, serta berbagai peraturan pelaksana lainnya.
Sementara itu, Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Provinsi NTB, Nasrullah Umar, menyoroti rendahnya tingkat kepesertaan sektor jasa konstruksi dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan di NTB. Dari 99 proyek konstruksi yang sudah melakukan tender, baru 11 proyek yang mendaftarkan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
“Ini menjadi catatan penting. Kepatuhan pemberi kerja masih menjadi tantangan. Padahal perlindungan ini merupakan bagian dari upaya mencegah kemiskinan baru di masyarakat,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa pemberantasan kemiskinan ekstrem harus dilakukan tidak hanya melalui bantuan sosial, tetapi juga dengan perlindungan jaminan sosial yang memadai. Dengan adanya jaminan kecelakaan kerja dan kematian, keluarga yang ditinggalkan memiliki peluang untuk bangkit secara ekonomi.
“Misalnya, jika terjadi risiko meninggal dunia, santunan paling kecil yang diterima ahli waris sebesar Rp42 juta. Dana ini bisa menjadi modal usaha atau kebutuhan lainnya agar keluarga tetap memiliki penghasilan,” tambahnya.
Nasrullah menegaskan bahwa pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri juga telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kepala daerah terkait percepatan Universal Coverage Jamsostek. Untuk NTB, dari potensi sekitar 136.000 pekerja konstruksi, baru sekitar 22.000 yang telah terlindungi dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Melalui kegiatan sosialisasi ini, diharapkan seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengadaan barang dan jasa, khususnya sektor konstruksi, dapat memahami pentingnya mendaftarkan pekerja dalam program BPJS Ketenagakerjaan, guna memberikan perlindungan yang layak bagi para pekerja dan keluarganya.
